Warung sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Sebab, bagi sebagian orang, toko bukan sekadar tempat jual beli, tetapi sudah menjadi tempat kegiatan sosial; mulai dari ocehan para ibu hingga sekedar mengeluh. Bahkan, bagi sebagian orang lainnya, warung kerap dijadikan tempat pinjam uang. Bahkan sekarang, meski dunia sudah sepenuhnya online, keberadaan warung masih tak tergantikan. Benarkah ketika kita ingin makan mie, apakah kita membeli mie instan secara online? Tentu cara termudah adalah ke toko, bukan?
Sayangnya, banyak warung yang tidak bisa berkembang. Selama bertahun-tahun, wanita toko hidup seperti itu, barang yang sama dijual. Tidak ada yang berubah. Hal inilah yang memotivasi Agung Bazharie dan beberapa temannya mendirikan Warung Pintar, sebuah startup retail yang fokus mengembangkan warung-warung grosir. Perusahaan ritel berbasis teknologi Warung Pintar hari ini mengumumkan telah menerima pendanaan tahap awal sebesar US $ 4 juta atau Rp. 55 Miliar dari sejumlah investor seperti SMDV, Digital Garage, East Ventures, Insignia Ventures Partners, Triputra Group dan beberapa angel investor.
“Kami melihat Warung Pintar sebagai pusat teknologi yang dapat menghubungkan berbagai peluang bagi mitra kami dan tentunya masih banyak peluang yang dapat dieksplorasi lebih jauh. Oleh karena itu, kami dengan tulus menyambut siapa saja yang ingin bergabung dengan mitra Warung Pintar, baik dari sisi teknologi maupun non -perusahaan teknologi. Selain itu, melalui pendanaan ini, kami berencana membuka ratusan kios baru tahun ini, ”kata Agung Bezharie, CEO Warung Pintar, hari ini.
Warung Pintar adalah kios rakitan pabrik yang mengintegrasikan teknologi dengan warung tradisional di Indonesia. Warung Pintar memiliki dua tujuan utama yaitu memperbesar dan mengembangkan warung. Pertama, dengan memanfaatkan teknologi, Warung Pintar ingin menjadi platform teknologi bagi pemilik toko tradisional. Kedua, melalui metode plug and play sederhana, Warung Pintar ingin mengajak perusahaan untuk menggunakan Warung Pintar sebagai alat distribusi produk dan jasanya.
Saat ini, kata dia, setidaknya terdapat 3 juta warung grosir di Indonesia. Namun skala usahanya masih mikro dan sulit berkembang pesat. Warung tidak bisa berkembang karena tidak memiliki akses yang luas, pemiliknya tidak memiliki pengetahuan yang luas, dan sering disebut buta teknologi. Karena alasan terakhir, Agung membubarkannya. Pasalnya, banyak pemilik toko yang juga aktif di Facebook atau berkomunikasi lewat aplikasi Whatsapp. Dari situ sebenarnya “pemilik” toko sudah memiliki modal dasar. Hanya saja, kata dia, belum ada aplikasi teknologi yang menyasar para pengusaha warung tersebut.
Dari sanalah muncul ide untuk membuat Warung Pintar. Berbagai dukungan disediakan, mulai dari akses barang yang lebih murah, perangkat elektronik hingga penggunaan software untuk menunjang bisnis. Satu per satu pemilik warung sudah mulai bermitra dengan Warung Pintar sejak November 2017. Kini, hanya dalam 2 tahun, sudah ada 1.000 Warung Pintar di Jakarta dan sekitarnya. Dengan dukungan teknologi dan riset yang mengedepankan tiga pilar yaitu Internet of Things (IoT), big data analytics dan blockchain, pemilik toko merasakan manfaatnya. IoT digunakan untuk meningkatkan akurasi entri data ritel, analitik data besar untuk memahami perilaku pelanggan, dan blockchain untuk menciptakan transparansi. Upaya peningkatan status warung sembako setidaknya terlihat dari peningkatan pendapatan masyarakat yang bergabung dengan Warung Pintar.
Hingga saat ini permintaan untuk bergabung dengan Warung Pintar terus bermunculan. Bahkan pada Desember 2018, kata dia, 12.000 orang diminta bergabung dengan Smart Shop. Agung tak memungkiri Warung Pintar juga bagian dari bisnisnya, meski ia mengaku tidak berambisi menjadi unicorn, perusahaan rintisan dengan valuasi US $ 1 miliar.