Musibah kapal tenggelam di Danau Toba sangat menghentak Indonesia tahun lalu. Terjadi pada 18 Juni 2018, Kapal Motor (KM) Sinar Bangun tenggelam di danau Toba bagian utara Sumatera Utara. Kapal feri jenis ro-ro ini berangkat dari Simanindo di kabupaten Samosir menuju Tigaras di kabupaten Simalungun. Sedikitnya 164 penumpang disebut hilang.
Diduga kuat kapal nahas ini tenggelam sekitar pukul 17.00-17.30 waktu setempat. Dari laporan saksi mata, penyebab kapal tenggelam di danau Toba ini makin simpang siur. Ada yang menuturkan bahwa kondisi cuaca hujan berangin dan ombak tinggi saat musibah terjadi.
Saksi mata lain menyebutkan jika kemudi kapal tersentak dan terombang-ambing hingga tiga kali sebelum terbalik ke arah kanan. Sinar Bangun tenggelam sekitar 22 menit setelah berangkat dari pelabuhan Simanindo. Kejadian yang begitu cepat membuat kondisi di dalam kapal sangat ricuh. Bahkan banyak korban tewas hingga tubuhnya hancur lantaran terinjak-injak ketika menyelamatkan diri.
Dari video amatir, terlihat ada 50-60 orang penumpang mencoba memanjat lambung kapal saat kapal tenggelam. Para penumpang terlihat tidak ada yang menggunakan pelampung, membuktikan pengelola Sinar Bangun tidak profesional menjaga keselamatan penumpang. Demi menemukan bangkai kapal dan jenazah korban, Basarnas mengerahkan puluhan personelnya.
Namun kedalaman danau Toba yang mencapai 300-500 meter dengan air keruh yang sangat dingin semakin mempersulit pencarian. Beberapa jam sebelum musibah terjadi, BMKG sudah mengeluarkan peringatan kepada pelaku jasa penyeberangan untuk tidak berlayar di sekitar danau Toba. Bahkan menurut BMKG, ada peningkatan kecepatan angin dari 2-3 meter/detik jadi 6 meter/detik sekitar pukul 17.00 WIB.
Dengan peningkatan itu, kecepatan angin pun jadi setara dengan 12 knot sehingga memicu ombak setinggi 75 sentimeter – 1,25 meter. Sekitar satu jam setelah kapal tenggelam, KM Penumpang (KMP) Sumut II mendatangi lokasi dan melihat puluhan korban mengapung di atas air. Cuaca buruk membuat Sumut II pergi dan menghubungi Sumut I yang menyelamatkan sisa korban.
Hingga tanggal 21 Juni 2018, ada tiga korban tewas yang berhasil ditemukan dan diidentifikasi. Sementara nasib 193 orang lainnya masih simpang siur sehingga dilaporkan hilang. Dengan korban kapal tenggelam di danau Toba yang tidak jelas, membuktikan betapa semrawutnya transportasi tradisional. Ketiadaan manifes membuat jumlah penumpang asli Sinar Bangun tidak jelas sehingga makin janggal.
Awalnya disebutkan kalau Sinar Bangun ditumpangi 80 orang karena total berat muatan kotor kapal ini sebanyak 17 ton. Dengan berat sesuai sertifikat kapal, harusnya cuma ada 40-an penumpang di Sinar Bangun. Namun setelah BNPB dan Basarnas membentuk tim gabungan dan membangun posko di sekitar pelabuhan Tigaras, ada banyak keluarga melapor dan terungkap 193 orang hilang.
Fakta inilah yang diduga kuat jadi penyebab kapal tenggelam di Danau Toba. Cuaca yang buruk dan kesalahan manusia (human error), membuat Sinar Bangun tenggelam di kedalaman 450 meter. Dari penyelidikan terungkap beberapa masalah transportasi tradisional yang selama ini terjadi yakni minim rompi keselamatan, tidak ada biaya retribusi tiket dan jadwal pelayaran tak jelas.
Setelah penyebab kapal tenggelam di Danau Toba terungkap, rupanya saat Sinar Bangun tenggelam muatannya bengkak hingga 35 ton karena mengangkut 200 penumpang dan 50-80 motor. Dari penelusuran Kementrian Perhubungan, keterangan kapal pun berbeda dari kondisi fisiknya. Di mana seharusnya Sinar Bangun punya tiga lantai, tapi kapal nahas itu justru cuma setinggi 1,5 meter.
Lantaran dianggap menggunakan izin operasi ilegal, Polda Sumut pun turun tangan dalam menyelediki tragedi Sinar Bangun. Hingga akhirnya ditetapkan empat orang tersangka atas kasus ini. Tersangka utama adalah pemilik sekaligus nahkoda kapal Sinar Bangun yakni Poltak Soritua Sagala. Sementara tiga tersangka lainnya adalah petugas Dinas Perhubungan setempat.
Kemenhub melalui Dirjen Perhubungan Darat siap untuk mengevaluasi total besaran tarif kapal penyeberangan di danau Toba. Karena dari informasi yang ada, tarif penyeberangan Samosir ke Tigaras hanya Rp 7.000/orang sehingga membuat operator kapal butuh mengangkut banyak penumpang demi menutupi biaya operasional. Hal inilah yang memicu kasus kapal tenggelam di Danau Toba.